“Haii bro,ngapain aje lu kagak pernah
nongol lagi di tongkrongan? “ Tanya Ryan ketika dia ketemu sama Riani di
minimarket.
“Di rumah aje bro.hehehe “Dengan
senyuman manis khasnya.
“Eh ajakin anak-anak main ke rumah gue
dong kangen juga lama gak kumpul bareng mereka” kata Riani sambil menyenggol
bahu Ryan.
“Elo nyuruh gue Ni? Elo berani bayar
berapa buat ngabari mereka?? “ kata Ryan yang sok kecakepan
“Matre lu Yan, hahaha. Udah ntar gue
ganti pulsanya deh yang penting pada ngumpul di rumah gue.” Balas Riani
“Okee bos cantik, hahaha. Tapi kapan???
“ Tanya Ryan penuh kebingungan
“Tanggal 17 ini aja, dari pada uda ga
ada waktu lagi” kata Riani tersenyum dengan lesung pipinya
Itulah percakapan dua bulan yang lalu
sebelum gue tau kalo Riani koma di rumah sakit karena sakit yang di deritanya.
Hingga saat ini Riani belum sadar dari komanya. Sahabat Riani pun silih
berganti menemani atau sekedar menjenguknya. Orang tua Riani terlihat sedih
melihat anaknya yang pertama terbaring lemas dengan selang oksigen dan selang
infus. Riani pingsan di rumah ketika mau mengambil air buat minum obatnya dan
akhirnya dia dibawa ke rumah sakit. Riani di rawat di ICU Ira dan Vio lah yang
sering menemani Riani, ketika malam Ira membacakan buku favorit Riani dan Vio
menemani Ira sambil memutarkan lagu favorit Riani juga. Mereka melakukan itu
agar Riani tidak merasakan kesepian. Selain itu mereka juga gak lupa berdo’a
kepada Tuhan Yang Maha kuasa untuk kesembuhan Riani.
Suara langkah kaki dari kejauhan
terdengar makin mendekat ke ruang di mana Riani di rawat. Pintu ruang rawat pun
terbuka kemudian seorang laki-laki berjas putih dan seorang perempuan
berpakaian serba putih masuk sambil memberikan senyum kepada Ira dan Vio saat
itu. Dia adalah dokter yang menangani
penyakitnya Riani. Dengan sangat telaten dan hati-hati Riani diperiksa oleh
dokter. Setelah selesai dokter dan perawat pun keluar, dokter pun memanggil
orang tua Riani untuk memberitahukan hasil periksanya tadi. Orang tua riani
mengikuti dokter menuju ruangannya.
“Silahkan duduk Pak, bu” kata dokter
mempersilahkan
“Bagaimana dok keadaan anak saya riani?
“ Tanya Mamanya Riani khawatir
“Iya dok bagaimana keadaan anak saya? “ Papa
Riani pun ikut bertanya kepada dokter
“Begini pak, bu keadaan Riani semakin
hari semakin menurun dan penyakitnya pun sudah menyebar ke bagian tubuh lain.
Tapi kami akan berusaha semaksimal mungkin sampai Riani sadar dari komanya.”
Kata dokter tegas
“Tadi saya juga suntikkan obat di
infusnya agar bisa masuk ke dalam tubuh Riani” imbuhnya
“Tolong dok, tolong anak saya. Tolong
sembuhin anak saya dok” kata Mamanya Riani sambil menangis
“Iya dok tolong anak saya, saya tidak
mau kehilangan anak saya ini dok. Saya mohon” imbuh Papanya Riani
“Iya pak, bu saya akan berusaha sekeras
mungkin untuk kesembuhan Riani” kata dokter meyakinkan.
“yasudah dok kami keluar dulu. Terima
kasih dok” kata Papa Riani sambil menjabat tangan dokter Mama Riani pun begitu
kemudian mereka keluar dari ruangan dokter.
Dari kejauhan tampak orang tua Riani
berjalan lemas ke ruangan Riani. Setibanya di depan ruang rawat Riani mereka
masuk, Ira dan Vio pun keluar duduk di depan ruang rawat Riani bareng gue. Cuma
gue yang jarang masuk ke dalem di banding sobat-sobat gue. Gue gak tega liat Riani
begitu di ruang ICU jadi gue cuma nunggu di luar aja. Riani anak pertama dia
punya adek namanya Rinta dia kelas satu SMP. Rinta lah yang sering menemani gue
di luar ruang rawat Riani. Hari ini gue mau bawain bunga buat Riani, gue mau
nemenin Riani sehari ini. Gak tau kenapa gue pengen nemenin Riani, pengen
banget malah.
“Hai Ni,
sorry ya gue jarang neneminin lo di sini” sapa Ryan saat masuk ke ruang
rawat Riani
“Gue bawain bunga buat elo Ni, elo cepet
sadar ya Ni. Temen-temen kangen sama elo.”
“Besok tanggal 17 temen-temen bakal
dateng jengukin elo. Elo gak lupa kan sama permintaan elo waktu itu?
“Elo gak usah ganti pulsa gue, gue cuma
mau elo sembuh dan kayak dulu lagi Ni” kata Ryan sambil megang tangan Riani.
Riani pun masih tetap tidak
memperlihatkan tanda-tanda kalau dia akan sadar. Pandangan gue tetep gak bisa
lepas dari Riani yang terbaring lemah di tempat tidur. Gue memutuskan buat ke
masjid yang ada di rumah sakit buat sholat ashar sambil berdo’a buat kesembuhan
Riani. Orang tua Riani dateng saat gue ke masjid. Rinta gak ikut orang tuanya
karena masih ikut eskul di sekolahannya, jadi dia nyusul ke rumah sakitnya.
Tanggal 17 pun tiba temen-temen riani
pada dateng di rumah sakit buat jenguk Riani tapi Riani tetep gak ngasih
tanda-tanda kalo dia mau siuman. Dia masih terbaring lemas dengan bantuan
selang oksigen yang ada di hidungnya untuk membantu Riani bernafas. Mereka
kasihan melihat Riani yang sehari-harinya ceria, jail,baik hati,perhatian sama
sahabat-sahabatnya yang sekarang harus melawan penyakitnya yang ada di
tubuhnya.
Teman-teman Riani pun mulai keluar satu
persatu, Ryan juga ikut mereka tapi Ira sama Vio masih tetep diruangan menemani
Riani. Mereka berdua gak mau Riani merasa kesepian diruangan ini, mereka berdua
membacakan Riani surat-surat di Al Qur’an agar Riani tenang dan bisa
melawan penyakitnya. Sekitar 30 menit mereka berdua membaca Al Qur’an Riani
mulai menunjukkan dia mau siuman dari komanya.
“Ma… Pa… “ kata Riani setelah siuman dari
komanya dengan ucapan terbata-bata
“Tante,Om Riani udah sadar tan,om Riani
sadar” kata Ira senang saat memanggil orang tua Riani
Ryan yang juga di situ langsung
memanggil dokter dan ikut masuk ke dalam ruangan Riani.
“Nak,,, Alhamdulillah kamu udah sadar,
kami semua rindu sama kamu, kami semua khawatir sama keadaan kamu Nak.” Kata Mama
Riani sambil mencium kening anak sulungnya yang dibalas dengan senyuman manisnya.
“Alhamdulillah kamu udah sadar Ni, gue
kangen banget sama loe Ni” Ryan berkata dalam hati
“Alhamdulillah Ni, kami kangen sama elo”
kata Ira disusul dengan anggukan Vio
Tak lama dokter datang untuk memeriksa
kondisi Riani saat ini. Dokter pun tersenyum melihat Riani yang baru sadar.
Setelah memeriksa dokterpun pergi meninggalkan ruangan Riani.
“Mama,Papa,Rinta,Ira,Vio,Ryan…” kata Riani
yang masih tetep terbata-bata
“Iya Riani” jawab mereka hampir
bersamaan
“Makasih uda mau ngerawat Riani selama
riani di sini,makasih udah mau bacain Al-Qur’an buat Riani, makasih uda berdo’a
buat kesembuhan Riani. Riani gak bisa bales semuanya,mulai ini Riani gak akan
ngerepotin kalian lagi. Sekali lagi makasih semuanya Riani sayang kalian”
Tttttiiiiiiiiiiiiiiiiiiiittttttttttttttt………..
Bunyi suara dari monitor yang ada
didekat Riani memperlihatkan garis lurus tak berhenti. Ya, Riani ninggalin kita
semua pergi untuk selamanya.
“Riani,,, bangun sayang kamu gak boleh
ninggalin Mama bangun sayang bangun” teriak Mama Riani sambil
menggoyang-goyangkan tubuh Riani. Tangis Mama Riani pecah melihat anak
sulungnya harus pergi mendahuluinya.
Semua orang yang ada di ruangan itupun
menangis melihat Riani pergi secepat itu. Belum percaya kalo Riani harus pergi
menghadap Sang Khaliq karena tidak sanggup melawan penyakit yang bersarang
ditubuh Riani.
Keesokan harinya Riani dimakamkan
dipemakaman yang ada di sekitar kompleks rumah Riani. Dirumah Riani masih
banyak kerabat,teman dan tetangga yang melayat. Mama Riani hanya di rumah
beliau tidak diperbolehkan ikut kepemakaman oleh Papa Riani dengan alasan
tertentu.
Seminggu sudah Riani meninggal,dan
sekarang Mamanya sudah bisa menerima tapi terkadang masih mengingatnya.
Keluarga Riani tidak pernah memberitahuku penyakit yang di derita Riani, hingga
akhirnya aku memberanikan bertanya kepada Mamanya Riani bahwa Riani mengidap
kanker otak stadium akhir. Kaget sekaligus gak nyangka kalo cewek sebaik dia
mengidap penyakit mematikan tersebut. Aku hanya bisa terdiam, menangis dan
berdo’a agar elo mendapat tempat yang layak di sisi-Nya.
“Ni, makasih ya lo udah hadir di hidup
gue selama ini. Gue sayang sama elo Ni”. Kata Ryan sambil mencium nisan Riani
dan menaburkan bunga di makam Riani.
“Gue sayang sama elo Ni” kata Ryan lagi
sebelum dia pergi meninggalkan makam Riani sore itu.